Peta pertarungan media, dewasa ini sangat keras. Seperti halnya hutan belantara, siapa saja bisa masuk ke dalamnya. Dalam pertarungan ini, jelas dibutuhkan strategi dan bekal yang memadai. Ketika seseorang masuk dalam pertarungan media, maka akan muncul sebuah prespektif yang digunakan untuk memaknai pesan apa yang hendak disampaikan oleh media. Jika ditelisik lebih dalam, sebenarnya media bukanlah entitas yang bebas nilai. Media adalah sebuah sarana yang penuh dengan kepentingan. Apa yang disampaikan oleh sebuah media, itu merupakan refleksi dari siapa pemilik media.
Sebagai contoh, media milik Bakrie Group, tidak akan memberitahukan aib perusahaannya. Pun dengan media Islam, ia akan menyuarakan pemikiran-pemikiran sesuai dengan syariat Islam. Dalam hal ini, kaitannya sangat erat dengan dakwah. Hakekat dakwah adalah menyeru kepada jalan yang lurus. Maka, dalam dakwah tidak hanya dibutuhkan ilmu saja, namun perlu memahami media dengan benar sebagai sebuah sarana untuk menyampaikan seruan itu. Karena sangat jelas sekali bahwa setiap munculnya media-media, pasti memiliki kepentingan masing-masing.
Ketika seseorang tengah mengkonsumsi media, seharusnya ia tidak menelan mentah-mentah informasi yang disampaikan. Perlu ada upaya untuk menganalisis informasi tersebut. Kita dapat menggunakan beberapa pertanyaan kunci, diantaranya: “Siapa pembuat pesan ini?” Hal ini dilakukan untuk mengetahui siapa pemiliki, penulis, atau pembuat pesan. Ini akan sangat berpengaruh dengan isi dari opini publik yang disampaikan. Pertanyaan selanjutnya adalah, “Apa teknik yang digunakan untuk menarik perhatian kita?” Dalam teori komunikasi, ada teori framing dimana isi media diframe oleh pembuat frame. Analisis Framing merupakan salah satu model analisis alternatif yang bisa mengungkapkan rahasia di balik perbedaan, bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis Framing membongkar bagaimana realitas dibingkai oleh media. Melalui Analisis Framing dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, mana lawan mana kawan, mana patron mana klien, siapa diuntungkan siapa dirugikan, siapa membentuk dan siapa dibentuk, dan seterusnya. Sebuah media dikonstruksikan oleh pembuatnya sesuai dengan kepentingan yang dimiliki pembuat media. Maka jelas sangat tidak mungkin apabila sebuah media tidak berpihak alias netral. Tapi kita masih bisa mengharapkan media bersifat objektif.
Dari pemaparan diatas, maka sangat jelas bahwa media sangat dipengaruhi oleh ideologi pemilik media. Dalam pertarungan media ini, senjata kita bukan pedang maupun laras senapan. Senjata kita adalah pena, opini dan kecerdasan. Pertarungan kita hari ini bukanlah dengan fisik dan kekuatan, melainkan dengan media dan pemberitaan. Maka, dakwah ini membutuhkan senjata berupa media yang kuat. PR terbesar saat ini adalah bagaimana Isu Islam dikonstruksi dan dipetakan dalam menghadapi pertarungan ideologis melalui media.
Ervira Rusdhiana
Departemen Media Centre
LDK Jama'ah Shalahuddin UGM 1433H
0 komentar:
Posting Komentar