
Jendela menatap dingin padaku hari ini,
kutatap dari bilikjendela,
hujan seakan menutup wajah sendumu.
Sebuah pertanyaan terlintas,"Di manakah bukit-bukit indah yang dulu kami pandang, dan nyala matahari senja?"
Cahaya-cahaya tengah membeku di jiwa.
dan waktu tengah bergeser,
seolah melumut di batu-batu hati.
Kegusaran suara itu menggeliat dari kecuraman kabut yang dalam, di ujung lembahnya,
angin memangkas dedaunan.
"suara siapakah yang menggantung di udara?"
aku tak melihat bintang-bintang bertebar di langit malam.
Sunyi bersuling, antara dinding langit yang miring.
Ingin kuluruskan dinding miring yang buram itu.
Ada apa gerangan?
Hingga jalan lurus tampak berliku?
Aku tetap tak mengerti mengapa jendela tetap menatap dingin padaku!
Hanya satu yang kuingin,
bulir-bulir senyum kembali mewarnai wajah indahmu, saudariku.
"ukhti, maafkan aku. Sungguh, andai kau tau betapa aku menyayangimu karena Alloh."
0 komentar:
Posting Komentar